Monday, September 24, 2012

Pulang

Aku ingin pulang ke kamu.
Aku ingin kamu yang menjadi tempatku.
Aku ingin saat pulang nanti, aku bertemu kamu.
Aku ingin mempunyai rumah denganmu.
Lalu pulang ke rumah itu bersama kamu.
Aku ingin menjadi bagian kamu.
Dan bagian rumahmu.
Aku ingin hidup dalam perjuanganmu.
Aku ingin menghidupi perjuangan kamu.
Aku ingin mendekapmu saat aku pulang.
Aku ingin menjadi yang kamu cium saat kamu pulang.
Aku ingin pulang ke rumah kita.
Aku ingin pulang bersama kamu.
Aku ingin pulang ke hatimu.

Sayang, jadilah rumahku...

Thursday, September 13, 2012

Pretty Little Denials



"I'm so good pretending since I was little girl. Now I want something real." -Royal Pains 3


So how does it feel when you have to live in your own denials?

When you thought you're pretty much able handling everything alone by yourself but deep inside your head you are screaming for a help?

Or when you thought you will run a night smiling before your PC and writing about happy moments you had but it turns out blue knowing that you have a shattered heart?

When you feel like dancing to a very good song but you knew exactly what your ears want to listen to: a slow sad songs for a company.

And as you laugh with somebody else and you think you're happy with that--but no. You actually want to laugh with the person you want to see the laughter.

It is when you say you miss that person, you silently sing his favourite song, reminiscing what you had, and you never speak to him until you think you can handle it no more.

And every little things you have in mind, though he's with you most of the day, though you have a very good relationship, though you share special stories... even every little thing just remind you of him and although you mention his name in most of your prayers...

But you won't admit until you don't know when, that you actually.......













You actually love him.

Sunday, September 09, 2012

Diam-Diam

Diam-diam, aku memikirkanmu.
Aku bernyanyi lagu kesukaanmu.
Mengenang indahnya memori yang hingga kini selalu kamu beri.
Mencoba telinga ini untuk mendengar suaramu lagi.

Jangan kira kalau aku tak bicara maka aku tak peduli.
Kamu tau permainan itu.
Kamu pilotnya, kan.
Kalau kamu bawa aku terbang, bawalah.
Aku terbang bersama kamu.
Kalau kamu diam dan berhenti, istirahatlah.
Aku diam dan pasti akan selalu mengingat kamu.

Aku tidak tau kita sedang berada di titik apa.
Aku tidak tau harus berbuat apa.
Yakin, kamupun juga tak tau harus bagaimana.
Tapi diam-diam kita tau kenapa.

Diam-diam, aku mengingatmu.
Di kepalaku terngiang suaramu.
Lalu aku bernyanyi bersama kamu.
Suara kamu yang terekam didalam situ.

Karena diam-diam, aku merindukanmu...

Friday, September 07, 2012

Gelar

Kamis, 6 September 2012
15.36


Pintu ruang 4F terbuka...

"Diofany, ..." panggil Pak Ari saat gue lagi nangis sesenggukan dihadapan teman-teman gue setelah dua jam gue di'dadar' habis-habisan sama ketiga dosen penguji. Dua diantaranya berpredikat "killer".

Panggilan itu menandakan kalau gue harus masuk lagi ke ruang 4F yang terasa amat sakral buat gue. Hapus air mata, pasang kacamata, latihan senyum, benerin rok pinjeman junior yang terlampau kegedean buat gue, menegaskan cara berdiri, dan hap, melangkah masuk ke ruangan disertai sorakan semangat dan dukungan dari teman-teman gue.

"Silahkan duduk, Dio," kata Pak Ari, saat gue masuk dan menutup pintu ruangan.

Gue duduk. Terseyum. Dosen-dosen yang gue tatap dihadapan gue menatap gue dengan penuh cemas dan... kecewa. Ya mungkin bisa dibilang gitu. Karena berkali-kali mereka berkomentar "IPK kamu segini loh, kenapa jawab antara SUN sama SBI aja kebalik-balik sih?" atau "Manajemen Investasi kamu dapet A, ini kenapa saya tanya obligasi sama saham aja kamu pake mikir dulu? Ya ampun, Dio, itu kan sepele!" atau "Lah ini nilai B+ kamu dapet darimana dong jawab itu aja cuma bisa seperempat jawaban. Ngga full itu!"

Lo tau kan pasti gimana melon di-blender? Nah lo bayangin aja mental gue ngegantiin melon. Gitu deh jadinya. Jus mental.

"Skripsi kamu sempurna, saya bangga dengan hasil pengerjaan kamu. Tapi..."
*mulai sesek napas* *stay cool, tetap senyum*
"...kompre kamu..."
*tetap senyum*
"Kamu siap ga belajar lagi?"
*senyum, tanpa jawaban apa-apa*
"Harus siap belajar lagi ya."
*masih senyum, mulai mikir mau bayar sidang ulang pake duit sendiri biar mama papa ga kecewa*
"Siap ga siap pokoknya kamu harus belajar lagi..."
*pasrah*
"...di kuliah S2."
*nangis*
"Selamat, Diofany Hervilita, kamu lulus!"
*nangis sesenggukan, lega*

Pak Ari akhirnya menyuruh teman-teman gue masuk ke ruangan, dia nanya "Coba kalian sebagai temannya Fany, ini anak lagi nangis bahagia apa nangis sedih?"

Lupa siapa yang jawab, tapi ada dari mereka yang jawab "nangis bahagia paaaakkkk" karena saat Pak Ari bertanya itu, bengek gue rada kumat. Sesak napas udah kayak orang asma -__-

Dan... ya... gue lulus. Udah ada gelar di belakang nama gue: Sarjana Ekonomi--yang gue dapat dengan cara yang ngga gampang. Butuh biaya Rupiah, waktu, tenaga, mental, kesempatan... pokoknya biaya deh! Dan di Indonesia Banking School sendiri persaingan lumayan rumit, dosen banyak yang killer. Untuk sekedar dapet nilai B, kalo ngga ada niat belajar, jangan harap minta kebaikan dosen.

Begitulah Indonesia Banking School, institusi kebanggaan saya :)


Selesainya skripsi dan masa jabatan gue sebagai mahasiswa S1 ga bakal ada tanpa nama-nama di bawah ini. Mereka semua berperan penting. Terimakasih. Sungguh. :)






My Super Pompom Team




Thank You very much, dear Allah, for loving me this way: giving me all these people to hold my back when I think I'm falling behind. Thank you guys, for your presence and existence on that "judgement day", simply be there just when I need you to be. Good luck for each of you, may Allah give you good things in return :')



mata sembab, masih berair, abis sesek napas... S.E jugaaa~



Alhamdulillah :)