Monday, June 03, 2013

Bandung: Perfect Memory Scenes (Narrative)

This narration was made in order to join a blog (bandungunite.blogspot.com--which, I found out recently was deleted) with any post about Bandung. Yea, so I made this. But this has never been published before. Once again, this one is a naration. So here it is!

Gue bukan orang Bandung. Ke Bandung pun jarang, bisa dihitung dalam setahun dan mungkin bisa kurang dari 5 kali dalam setahun itu untuk gue mengunjungi Bandung. Gue ga punya siapa-siapa di Bandung. Well, not that I don't have acquaintance or friends in Bandung, but... you know what I mean.
Gue ga tau jalan - jalan apa di Bandung; tempat - tempat hangout apa aja selain yang udah pernah gue denger dan gue datengin sebelumnya. Bahkan gue lupa sekarang, kemana aja tempat yang udah pernah gue datengin. Dan gue pun selalu berasumsi kalau Bandung itu sama aja sama kota Metropolitan ini. Kota macet, kota ramai. Kota dimana orang orang berusaha mencari peluang dengan membuka tempat tempat hangout yang menurutnya punya diferensiasi produk atau jasa dan posisi tersendiri di benak konsumennya. Kota yang mungkin sebentar lagi mungkin bakal banyak gedung gedung pencakar langit seperti disini. Simply, it's not a city to escape for me.
Tapi entah kenapa, gue selalu penasaran ke Bandung. Menelusuri jalan jalan yang dulu pernah kita lewatin. Datang ke tempat tempat yang waktu itu pernah kita datengin. Atau dengan singkat, mengenang semua yang pernah kita lalui.
Masih gue inget jalan jalan yang kita lalui, walau gue lupa apa nama jalannya. Gue juga inget waktu kita tersasar di Bandung, karena kita sama sama bukan berasal dari sana. Waktu kita naik angkot, lalu turun, makan di warung makan lesehan khas Sunda, dan kita baru tersadar kalau kita ga tau ada dimana kita saat itu. Lalu Kamu, dengan ke-sok-tau-an Kamu, bilang kalau kita harus naik angkot yang lain, dan tanpa bertanya sama kang supir, kita naik, dan setelah beberapa saat perjalanan kita masih juga ga tau kita ada dimana.
Waktu sudah sore saat kita tersasar itu. Dan bukannya berusaha bertanya - tanya jalan untuk pulang, Kamu malah mengajak gue untuk berwisata kuliner. Surabi, mie kocok, cimol... sampai - sampai tanpa pikir panjang kita beli peuyeum dengan alasan buat oleh - oleh dari Bandung.
And when the sunshine finally faded away, Kamu baru sadar kalau kita harus segera pulang. And you finally lowered your pride, lalu bertanya sama orang orang tentang jalan dan cara kita pulang. Yup, akhirnya kita naik angkot yang benar dan tanpa tersasar lagi, kita pulang.
The next day, you picked me up from my friend's flat where I stayed for that two memorable days. I wouldn't want to feel that my right ankle was actually in pain since the previous day we had, as we walked and walked and walked through the road. Anyway. Our agenda that day was to go to Ciampelas. Kita berjalan - jalan seperti biasa saat disana. Berhenti hanya untuk makan, duduk dan beristirahat sambil terus mengobrol tentang apa saja. Kita menertawakan orang lain. Kita ngerjain SPG di salah satu toko dengan menyuruhnya mengambil ini itu lalu dengan santainya kita pergi dan tidak membeli apa - apa. Kita mencoba pernak - pernik tapi kita juga tidak membelinya. Hahaha, Kamu. Selalu membuat gue tersenyum simpul saat scene - scene tentang kita disana terulang lagi di benak gue.
Cuma satu yang pada saat itu berhasil gue bawa pulang dalam bentuk nyata. Beberapa hasil photo booth. Dan dari semua hasil itu, cuma ada satu dimana Kamu tersenyum manis. Sisanya, muka Kamu jelek semua...
Yup. Hanya beberapa lembar foto berukuran 2R sebagai hasil nyata kalau gue sudah pergi ke Bandung. Bahkan peuyeum yang saat itu kita beli pun tertinggal di kost-an temen gue. Hahaha. Ya, hanya foto dan kenangan.
Kamu. Dan kenangan kita beberapa tahun lalu. Di Bandung. Dan hanya di Bandung. Kadang gue berharap, suatu saat nanti ketika gue melintasi kota Bandung dengan mobil gue, gue akan bertemu sama Kamu. Lalu (mungkin) mengajak Kamu duduk di bangku sebelah kiri gue. Lalu gue (mungkin) mengajak Kamu melintasi lagi jalan - jalan yang dulu pernah kita lalui dengan angkot. And then let the memory finds us.
Diantara semua keramaian di kota itu, selalu ada harapan yang gue keluarkan. Kamu.
Bandung itu Kamu. Ya, Kamu.

When you see me like this (see me like this)
And when I see you like that (see you like that)
Then we see what we want to see—all comin back to me 
The flesh and the fantasies—all comin back to me
I can barely recall, but it's all comin back to me now
Meatloaf ft. Marion Raven – It’s All Comin Back to Me Now

narrative story by @fanyhervilita



*damn, berasa kemakan tulisan sendiri. hanya saja bukan di Bandung. Tapi Jogjakarta. Bersama si dia, si Kapten. Kaliurang, Condongcatur, Pogung, Bantul, Kota Gede~~~*