Ya emang tentang kegalauan sih.
Tapi galaunya beda.
Karena karyawan bank itu juga boleh dan bisa galau kan? Apalagi kalo dia menjabat sebagai seorang Relationship Manager. Sst, jangan terkecoh dengan namanya yang keren, yang tjakep. Karena pada hakekatnya itu, seorang RM (Relationship Manager) hanyalah seorang cungpret korporat, yang dunianya selalu ditindas kiri kanan atas bawah tanpa lemburan atau uang lebihan. Hidupnya bagai seseorang yang berjalan di malam kelam, menanti hadirnya sang rembulan. Seperti orang yang berjalan di padang tandus, dimana uang lemburan itu bagai serpihan oase fatamorgana...
Yah begitulah.
Para bos cuma tau target dan cara untuk mencapainya. Entah mereka punya degradasi perihal ingatan mereka atau cuma pura pura, tapi kami RM hanya manusia, bukan robot. Mereka sering lupa kalau pulang malam terus terusan itu ga baik buat kesehatan, tapi untuk pulang jam lima sore adalah hal yang tabu. Dan mereka sering khilaf kalo orang sakit itu butuh istirahat dan hiburan, bukannya ditelpon buat tanya ini itu perihal kerjaan yang mungkin bisa bikin si orang sakit lama sembuhnya.
Hmph...
Disitu sering saya menyesal kenapa dulu saya bersikeras bercita cita menjadi seorang banker.
Saat melakukan maintenance dan memo memo lainnya itu dianggap bukanlah kerjaan, atau telponin debitur/calon debitur untuk maintain relationship, melakukan pencairan plafond, order KJPP untuk perpanjangan laporan penilaian aset debitur/calon debitur, melakukan kunjungan ke kantor calon debitur tapi eh ujungnya ditolak, itu semua dianggap tidak bekerja. Mereka cuma mau hasil, tanpa peduli proses.
Yang namanya "jump to conclusion" itu bukannya instan dan ga ada proses lho ya. Kan "jump" dulu baru "conclusion"...
(bodo amat ga jelas, terserah saya aja)
Capek? Tentu.
Lelah? Ga perlu ditanya lah.
Bosan? Hufft.
Yang saya tau itu Tuhan tidak tidur. Gusti Allah mboten sare. Mungkin belum cukup saya terima perlakuan yang ngga adil dan pilih kasih dari kantor, karena kalo udah cukup, saya pasti udah ngga disini lagi. Udah kelar jadi RM, udah jadi ibu rumah tangga sekaligus mahmud pengusaha. Jadi ibu kost.
Cuma bisa menganggap ini semua sejenis "tabungan", reward nya nanti saat udah penuh tabungannya, baru bisa enak diambil dan dinikmatin.
Yah, biar tetep waras, mesti sering sering inget Allah dan ademin hati dan kepala sendiri.
Daripada emosi ditahan mulu, ntar malah pusing.
Tapi ini kok udah pusing :(